
Portal Berita Game Terbaru
Industri permainan daring telah mengalami kemajuan yang cepat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu tanda kemajuan ini adalah munculnya model bisnis mikrotransaksi. Menurut informasi dari idmetafora.com, mikrotransaksi, atau biasa disingkat MTX, adalah model di mana pengguna dapat membeli barang virtual dengan metode pembayaran berupa micropayments. Salah satu jenis mikrotransaksi yang sering menjadi sorotan adalah pay-to-win (P2W), di mana pemain yang membayar mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan mereka yang tidak mengeluarkan uang atau dikenal sebagai free-to-play (F2P).
Tetapi, seberapa besar perhatian Gen Z terhadap sistem pay-to-win ini?
Gen Z adalah kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga 2010-an, dan mereka dibesarkan seiring dengan kemajuan teknologi digital serta perkembangan industri permainan daring. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbiasa dengan model game berdasarkan pembelian penuh (buy-to-play) atau model langganan (subscription-based), Gen Z lebih akrab dengan permainan yang gratis (free-to-play) yang mengandalkan mikrotransaksi sebagai sumber utama pendapatan mereka.
Banyak permainan daring yang menjadi favorit Gen Z, seperti Genshin Impact, Honkai: Star Rail, Wuthering Waves, dan Call of Duty, yang menggunakan sistem gacha. Sistem ini mendorong pemain untuk membeli mata uang dalam permainan guna memperoleh item atau karakter yang terbatas. Walaupun tidak setiap elemen dalam permainan ini bersifat pay-to-win, sistem gacha memberikan keuntungan lebih kepada pemain yang mengeluarkan uang dibandingkan dengan pemain F2P.
Pandangan Gen Z tentang sistem gacha atau pay-to-win sangat bervariasi, bergantung pada jenis permainan yang dimaksud. Misalnya, game MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) atau FPS (First-Person Shooter) biasanya mendapatkan lebih banyak kritik. Hal ini disebabkan oleh ketidakadilan yang ditimbulkan jika pemain yang membayar memiliki keunggulan yang signifikan dalam permainan. Contohnya, dalam Call of Duty, beberapa senjata premium hanya dapat diakses melalui gacha, sehingga menciptakan ketidakadilan bagi pemain F2P.
Contoh lain adalah Genshin Impact, di mana banyak pemain bersedia mengeluarkan uang untuk mendapatkan karakter favorit mereka. Namun, tidak semua dari mereka merasa perlu membayar untuk merasakan kesenangan dalam permainan, karena Genshin Impact lebih menekankan pada alur cerita dan penjelajahan dunianya.
Sebagian besar Gen Z menyadari bahwa mikrotransaksi merupakan strategi bisnis yang memungkinkan permainan gratis dapat beroperasi. Asalkan transaksi bersifat sukarela dan tidak merusak keseimbangan permainan, banyak dari mereka tidak terlalu keberatan. Model bisnis ini mendorong pengembang untuk terus mencari cara agar pemain mau mengeluarkan uang, sering kali dengan menggunakan strategi psikologis seperti fear of missing out (FOMO). Namun, jika elemen pay-to-win terlalu mendominasi, seperti yang terlihat di beberapa permainan mobile yang mensyaratkan pembayaran untuk mendapatkan akses khusus, pemain biasanya akan mengkritisi hal ini dan mulai menjauh dari permainan tersebut.
Gen Z memiliki pemahaman yang tinggi tentang sistem gacha atau pay-to-win. Meskipun sebagian besar tidak masalah dengan mikrotransaksi untuk karakter, banyak yang merasa keberatan terhadap skema pay-to-win yang memberikan keuntungan di permainan kompetitif, karena pemain yang membayar cenderung lebih unggul atau memiliki kelebihan dalam permainan.
Adalah penting bagi Gen Z untuk menyadari efek dari pay-to-win dan lebih bijaksana dalam menggunakan tabungan mereka untuk permainan. Dengan mendukung model permainan yang seimbang dan adil, Gen Z dapat berkontribusi untuk membuat industri permainan daring lebih ramah terhadap para pemain di masa depan.